Wacana Pembuka
Bahasa indonesia adalah alat komunikasi paling penting
untuk mempersatukan seluruh elemen bangsa. Oleh sebab itu, bahasa Indonesia
merupakan alat pengungkapan diri baik secara lisan maupun tertulis, dari segi
rasa, karsa, dan cipta serta pikir baik secara etis, estetis, dan logis. Warga
negara Indonesia yang mahir berbahasa Indonesialah yang akan dapat menjadi
warga negara yang dapat memenuhi kewajibannya di manapun mereka berada
diwilayah tanah air dan dengan siapa pun mereka bergaul diwilayah NKRI. Oleh
sebab itu kemahiran berbahasa Indonesia menjadi bagian dari kepribadian
Indonesia.
Kemahiran berbahasa Indonesia bagi mahasiswa Indonesia
tercermin dalam tatapikir, tataucap, tatatulis, dan tatalaku berbahasa
Indonesia dalam konteks ilmiah secara akademis. Oleh karena itu, bahasa
Indonesia masuk kedalam mata kuliah pengembangan kepribadian mahasiswa, yang
kelak, sebagai insan terpelajar akan terjun ke dalam kancah kehidupan berbangsa
dan bernegara sebagai pemimpin dalam lingkungannya masing-masing.
Hal itu karena
mahasiswa diharapkan kelak dapat menyebarkan pemikiran ilmunya. Mereka diberi
kesempatan melahirkan karya tulis ilmiah dalam berbagai bentuk dan menyajikan
dalam forum ilmiah. Kesempatan berlatih diri dalam menulis akan mengambil
proporsi sebesar 70 persen dibandingkan dalam penyajian lisan. Jadi, praktik
menggunakan bahasa Indonesia dalam konteks akademik mendapatkan perhatian
sangat tinggi dalam perkuliahan ini. Kerja sama dalam meningkatkan kualitas
karya tulis hendaknya dipadukan dalam strategi belajar bersama dalam menyunting
karya ilmiah.
Eksistensi Bahasa Indonesia
Anggapan yang menyatakan bahwa selama orang Indonesia
masih ada, bahasa Indonesia tidak akan punah, mulai diuji kebenarannya.
Pembuktian tidak dapat dilakukan sekarang karena akan memerlukan jangka waktu
yang panjang. Seandainya anggapan yang meyerupai slogan itu benar, yang perlu
diterangkan adalah bagaimana upaya menjaga keberadaan bahasa Indonesia itu pada
waktu-waktu yang akan datang.
Pernyataan itu diajukan mengingat adanya kenyataan yang
menunjukan bahwa semangat generasi muda memiliki bahasa Indonesia dewasa ini
tidak sama dengan semangat generasi muda tahun 1928 untuk memperjuangkan bahasa
Indonesia sebagai bahasa persatuan. Bahasa Indonesia pada waktu yang akan
datang akan berbeda dengan bahasa Indonesia dewasa ini. Gejala-gejala yang akan
mengarah ke kenyataan itu sedah terkihat pada saat ini, baik dari sikap
generasi muda terhadap bahasa Indonesia maupun dari aspek kebahasaan sendiri
yang selalu mengalami perubahan, seperti
pengaruh bahasa jawa, bahasa gaul, bahasa slank, dan lainnya. Hal itu
menggambarkan sikap generasi muda terhadap bangsa Indonesia dengan sikap yang
berbeda-beda tergantung dari latar belakang budaya dan pendidikan.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa yang masih hidup tidak
dapat menghindarkan diri dari tutuntan perkembangan masyarakat pemakainya.
Perkembangan bahasa Indonesia telah terjadi sepanjang masa, dapat dibuktikan
dengan terdapatnya perbedaan antara bahasa Indonesia zaman dahulu (ejaan lama)
sampai dengan bahasa Indonesia dewasa ini (EYD). Perbedaan itu telah
menimbulkan pertentangan antara mereka yang ingin mempertahankan bahasa
Indonesia secara baik dan benar seperti semula, dan generasi muda yang ingin
agar bahasa Indonesia dapat berkembang sesuai perkembangan zaman (tidak laku).
Hal ini senada dengan apa yang disampaikan Aldi Firahman (Solopos, 22 Juli 2007) bahwa strategi bahasa agar terbuka dan
dinamis bagi perkembangan zaman, tak terkecuali bagi bahasa Indonesia.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut diatas, upaya untuk
mewujudkan bahasa Indonesia agar dapat dimiliki olej semua komponen bangsa
Indonesia, baik di dalam negeri maupun luar negeri diperlukan upaya kebersamaan
dalam pembinaan berbahasa Indonesia. Upaya kebersamaan tersebut harus dilakukan
dari ranah keluarga, sosial, pendidikan, budaya, dan pemerintahan secara
berkesinambungan.
Untuk mewujudkan pemakaian bahasa Indonesia yang baik
dan benar dapat dilakukan berbagai upaya strategis dalam pengajaran bahasa
Indonesia. Salah satunya adalah dosen, guru, dan mahasiswa bahasa dan sastra
Indonesia memiliki tupoksi pelestarian dan pengembangan bahasa Indonesia
diranah pendidikan (Rohmadi,2008).
Peluang pengembangan bahasa Indonesia semakin terbuka
lebar di perguruan tinggi karena dikeluarkan Surat Keputusan Direktur Jendral
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor
43/DIKTI.kep./2006 tentang rambu-rambu pelaksanaan kelompok Mata Kuliah
pengembangan Kepribadian (MPK) di perguruan tinggi, yakni Bahasa Indonesia,
Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan.
Merujuk pada SK tersebut Bahasa Indonesia harus
diajarkan di semua program studi, baik D-3 maupun S1 sebagai mata kuliah
pengembangan kepribadian. dengan demikian, semakin lebar peluang untuk
mengembangkan bahasa Indonesia baik secara lisan maupun tulis untuk semua
mahasiswa yang berlatar belakang geografis berbeda-beda (Rahayu, 2007: 3).
2.3 Bahasa Indonesia di Era Globalisasi
Sebelum kita masuk kedalam
eksistensi bahasa Indonesia ada baiknya kita mengenal apa itu globalisasi.
Globalisasi merupakan keterkaitan
dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia melalui
perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga
batas-batas suatu Negara menjadi semakin sempit. Globalisasi
adalah suatu proses di mana antar individu, antar kelompok, dan antar negara
saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan memengaruhi satu sama lain yang
melintasi batas Negara.
Era globalisasi dicirikan oleh
derasnya arus informasi, sehingga pengaruh bahasa asing sangat terasa dan
mencolok. Bahasa asing ada di mana-mana, dengan masuknya bermacam-macam hasil
perkembangan tekhnologi dan informasi. Jika kita lihat setiap muncul produk
tekhnologi terbaru akan muncul pula bahasa asing baru yang siap meledak dan
menyebar dalam masyarakat. Bahkan di ruang public,di pusat perbelanjaan,dan
pasar-pasar tradisional kita akan mudah menjumpai istilah-istilah asing yang
begitu familiar ditelinga masyarakat. Bahasa Indonesia jelas mengalami ancaman,
terutama akibat makin tidak terkendalinya pemakaian kata dan
istilah asing.
Karena itu, peningkatan pendidikan bahasa Indonesia di
sekolah-sekolah perlu dilakukan melalui peningkatan kemampuan akademik para
pengajarnya. Demikian juga halnya dengan Bahasa dan Sastra Indonesia sebagai
sarana pengembangan penalaran, karena pembelajaran bahasa Indonesia selain
untuk meningkatkan keterampilan berbahasa, juga untuk meningkatkan kemampuan
berpikir, bernalar, dan kemampuan memperluas wawasan.Untuk itu, peningkatan
fungsi bahasa Indonesia sebagai sarana keilmuan perlu terus dilakukan sejalan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Seirama dengan ini,
peningkatan mutu pengajaran bahasa Indonesia di sekolah perlu terus dilakukan.
Untuk menyemarakkan penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar,
pemerintah telah menempuh politik kebahasaan, dengan menetapkan bulan Oktober
sebagai Bulan Bahasa. Namun, jika kita melihat kenyataan di lapangan, secara
jujur harus diakui, bahasa Indonesia belum difungsikan secara baik dan benar.
Banyak para penuturnya masih dihinggapi sikap inferior (rendah diri), sehingga
merasa lebih modern, terhormat, dan terpelajar jika dalam peristiwa tutur
sehari-hari, baik dalam ragam lisan maupun tulis, menyelipkan setumpuk istilah
asing. Walaupun sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Sayangnya,
beberapa kaidah yang telah dikodifikasi dengan susah-payah tampaknya belum
banyak mendapatkan perhatian masyarakat luas. Akibatnya bisa ditebak, pemakaian
bahasa Indonesia bermutu rendah: kalimatnya rancu dan kacau, kosa-katanya
payah, dan secara semantik sulit dipahami maknanya. Anjuran untuk menggunakan
bahasa Indonesia dengan baik dan benar seolah-olah hanya bersifat sloganistis,
tanpa tindakan nyata dari penuturnya. Melihat persoalan di atas, tidak ada kata
lain, kecuali menegaskan kembali pentingnya pemakaian bahasa Indonesia dengan
kaidah yang baik dan benar. Hal ini disamping dapat dimulai dari diri sendiri,
juga perlu didukung oleh pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah
Peneltian Gunarwan (1993) menunjukkan bahwa bahasa inggris
berpotensi sebagai “kendala”penanaman rasa cinta dan sikap positif kepada
bahasa Indonesia. Bahasa Inggris cenderung dinilai memiliki gengsi atau
tingkatan yang lebih tinggi daripada bahasa Indonesia. Jika kita amati bersama
apa yang telah disimpulkan Gunarwan dalam penelitiannya sangat jelas terlihat. Dalam
dunia remaja misalnya, anda akan dikatakan terlalu resmi,terlalu berlebihan
jika menggunakan bahasa Indonesia yang benar dalam berkomunikasi, berbeda jika
anda menggunakan bahasa asing (inggris) dalam berkomunikasi,dimata
masyarakat anda memiliki gengsi yang lebih jika dibandingkan menggunakan bahasa
Indonesia.
Jika kita berbicara tentang gengsi sosial dalam hubungannya dengan
bahasa Indonesia secara jujur masih memerlukan penanganan yang serius, baik
yang menyangkut pembinaan maupun pengembangannya. Gengsi sosial bahasa
Indonesia masih kalah tinggi dengan gengsi sosial bahasa asing (terutama bahasa
Inggris) memang kita akui, dan hal ini merupakan tantangan. Namun, hal ini
janganlah membuat kita tinggal diam dan pesimis. Sebaliknya, kita harus
melakukan upaya-upaya yang dapat mengangkat gengsi sosial atau martabat bahasa
Indonesia sehingga dapat sejajat dengan bahasa-asing asing yang sudah
maju,mempunyai nama (prestise), dan berpengaruh besar di kalangan masyarakat. Salah
satu cara yang bisa dilakukan agar bahasa Indonesia mempunyai gengsi sosial
yang tinggi di kalangan masyarakat Indonesia adalah memberikan penghargaan yang
proporsional kepada anggota masyarakat yang mampu berbahasa Indonesia (baik
lisan maupun tulis) dengan baik dan benar, sebagai bagian dari porestasi yang
bersangkutan. Misalnya, sebagai persyaratan pengangkatan pegawai negeri atau
karyawan, sebagai persyaratan promosi jabatan, pemberian royalti yang layak
kepada penulis/pengarang di bidang masing-masing dengan menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar. Karena jika kita perhatikan di dalam surat kabar
atau media elektronik khususnya rubrik lowongan pekerjaan diantara sekian
banyak persyaratan untuk menjadi pelamar kita tidak akan menemukan atau sedikit
menemukan persyaratan yang mencantumkan kemampuan berbahasa Indonesia yang baik
dan benar, yang akan kita temukan adalah persyaratan kemampuan berbahasa
Inggris atau memiliki sertifikat tes TOEFL. Hal ini jelas menunjukkan bahwa
gengsi bahasa Indonesia masih kalah dibandingkan bahasa Inggris.
Fenomena negatif yang masih terjadi di tengah-tengah masyarakat
Indonesia dapat disimpulkan antara lain sebagai berikut.
a. Banyak orang
Indonesia memperlihatkan dengan bangga kemahirannya menggunakan bahasa Inggris,
walaupun mereka tidak menguasai bahasa Indonesia dengan baik.
b. Banyak orang
Indonesia merasa malu apabila tidak menguasai bahasa asing (Inggris) tetapi
tidak pernah merasa malu dan kurang apabila tidak menguasai bahasa Indonesia.
c. Banyak orang
Indonesia menganggap remeh bahasa Indonesia dan tidak mau mempelajarinya karena
merasa dirinya telah menguasai bahasa Indonesia dengan baik.
d. Banyak orang
Indonesia merasa dirinya lebih pandai daripada yang lain karena telah menguasai
bahasa asing (Inggris) dengan fasih, walaupun penguasaan bahasa Indonesianya
kurang sempurna.
Kenyataan-kenyataan tersebut merupakan sikap pemakai bahasa Indonesia
yang negatif dan tidak baik. Hal itu akan berdampak negatif pula pada
perkembangan bahasa Indonesia. Sebagian pemakai bahasa Indonesia menjadi
pesimis, menganggap rendah, dan tidak percaya kemampuan bahasa Indonesia dalam
mengungkapkan pikiran dan perasaannya dengan lengkap, jelas, dan sempurna. Hal
ini memang terkesan dilematis, berbeda dengan tindak kejahatan yang telah
diatur dalam UU KUHP, maksudnya adalah setiap mayarakat yang melakukan tindak
kejahatan akan mendapatkan hukuman sesuai pasal yang telah ditetapkan.Berbeda
dengan kasus kesalahan menggunakan bahasa Indonesia, tidak akan ada hukuman
apapun ketika anda salah dalam menggunakan bahasa Indonesia atau bahkan tidak
menggunakan bahasa Indonesia sama sekali. Semuanya kembali pada diri pengguna bahasa
Indonesia itu sendiri.
Contoh lain yang menunjukkan bahwa dimata masyarakat, bahasa asing
lebih bergengsi daripada bahasa Indonesia adalah sebagai berikut. Dalam
perkembangan kompetisi basket di Indonesia, nama kompetisi basket mengalami
beberapa kali perubahan jika dulu kita mengenal KOBATAMA (kompetisi basket
utama) kemudian berubah menjadi IBL (Indonesian basketball league) dan
sekarang menjadi NBL (national basketball league) dan jika kita mengamati
respon pecinta basket Indonesia, mereka berpendapat perubahan nama tersebut
semakin bagus dan lebih menjual karena menggunakan bahasa asing.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah
v Apakah bahasa Indonesia
tidak bergengsi?
v Apakah bahasa Indonesia
kalah menjual dibandingkan bahasa asing?
Ada fakta menarik yang mampu menjawab dua pertanyaan
tersebut.Selain dampak negatife yang dapat ditimbulkan oleh era globalisasi, ternyata
era globalisasi memberikan keuntungan yang besar bagi perkembangan bahasa
Indonesia, keuntungan yang akan membuat kita berfikir ulang jika kita
mengatakan bahasa Indonesia kalah bersaing,bergengsi,dan menjual dibandingkan
bahasa asing. Telah diprediksi banyak pakar ekonomi dunia bahwa pada saat
pelaksanaan zona perdagangan bebas APEC,Indonesia dengan populasi di atas 200
juta penduduk merupakan mitra dagang terbesar di kawasan Asia-Pacific. Tidaklah
mengherankan bila bahasa Indonesia semakin banyak diminati bangsa asing.
Di kawasan Asia, sedikitnya terdapat tiga Negara industry penting
yang telah membuka program studi bahasa Indonesia pada lembaga pendidikan
tinggi mereka, yakni Jepang, Korea Selatan, serta RRC. Dilaporkan oleh Shigeru
yang dikutip Dardjowidjojo (1994), bahwa di Jepang saat ini terdapat hamper dua
puluh delapan lembaga pendidikan (perguruan tinggi dan sekolah menengah) yang
menyelenggarakan pengajaran bahasa Indonesia, sedangkan di Korea Selatan,
sebagaimana dilaporkan oleh Young Rhim(1993) terdapat dua universitas utama,
yakni Universitas Bahasa Asing Hangkuk dan Universitas Bahasa Asing Pusan serta
sebuah college yang telah membuka jurusan bahasa Indonesia-Malaysia.
Di kawasan Eropa Barat, seperti di Belanda, Jerman, dan Inggris,
bahasa dan mereka. sastra Indonesia telah lama menjadi bidang kajian pada
Universitas terkemuka Bahkan di Universitas Leiden Belanda,misalnya,selain
menyelengggarakan pengajaran bahasa Indonesia juga melakukan pengajian berbagai
bahasa Nusantara sperti Jawa, Sunda, Batak, atau Minangkabau. Sedangkan
di Amerika Serikat, hampir selusin Universitas yang telah menyelenggarakan
kuliah bahasa Indonesia secara tetap, yaitu di Universitas Arizona State, California
(Berkeley), Cornell, Hawaii, Michigan, Nothern Illionis, Ohio, Oregon,
Washington, dan Yale.
Di Australia bahasa Indonesia sudah diajarkan sejak tahun 1960-an,
kemudian popularitasnya menurun pada 1980, tetapi kemudian meningkat lagi
sekarang ini, dan merupakan bahasa asing terpopuler kelima setelah Prancis,
Jerman, Jepang, dan Italia (Gregory:1996). Saat ini bahasa Indonesia selain
diajarkan hampir di semua Universitas terkemuka mereka, juga telah menjadi
salah satu pelajaran bahasa asing pilihan di berbagai sekolah menengah.
Memang jumlah orang Australia untuk mempelajari bahasa Indonesia
dari waktu ke waktu mengalami perkembangan yang menggembirakan. Menurut
keterangan Sneddon seperti dikutip Harras (1996) pada tahun 1991 saja
sedikitnya tercatat sekitar 45.000 siswa sekolah dasar dan sekolah
menengah, dan hampir 2.000 orang mahasiswa yang sedang mempelajari bahasa
Indonesia. Dapatlah dikatakan bahwa Australia merupakan Negara yang paling
besar yang menyelenggarakan pengajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa asing
dibandingkan Negara manapun di dunia.
2.4 Wacana
Penutup
Dosen, guru, mahasiswa, serta pemerhati bahasa dan sastra Indonesia
memiliki peluang besar untuk menjadi pilar teladan berbahasa melalui berbagai
aktivitas ketrampilan berbicara, menyimak, membaca dan menulis baik langsung
maupun tidak langsung di berbagai ranah dan konteks pembelajaran. Dengan
demikian, para generasi muda senantiasa berkewajiban mengembangkan dan melestarikan
bahasa Indonesia sebagai pilar teladan berbahasa bagi masyarakat Indonesia
dalam upaya mewujudkan pemakaian bahasa Indinesia yang baik dan benar.
Apabila guru, dosen, dan mahasiswa memiliki komitmen bersama untuk
memasyarakatkan pemakaian bahasa Indonesia di lingkungannya masing-masing,
upaya pelestarian bahasa dapat berjalan dengan lancar. pengembangan dan
pelestarian suatu bahasa sebenarnya terletak pada komitmen pemakai bahasa itu
sendiri.
Dengan demikian, apabila kita memiliki cita-cita untuk melestarikan
dan mengembangkan bahasa Indonesia di berbagai konteks, diperlukan penyatuan
dan visi bersama.Merujuk paparan di atas, pemakaian bahasa Indonesia yang baik
dan benar harus menjadi prioritas utama khususnya dosen, guru, dan mahasiswa
dalam penggunaan bahasa.
Oleh karena itu, pemakaian bahasa Indonesia yang baik harus selalu
diimplementasikan dalam pemakaian bahasa sehari-hari baik di kampus maupun di
rumah. Selain itu diperlukan pembelajaran secara terus menerus, khususnya dalam
penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam konteks tulis dan lisan.
No comments:
Post a Comment