Teori Receptie Exit atau Receptie a Contrario adalah teori yang mengatakan bahwa hukum adat baru berlaku kalau tidak bertentangan dengan hukum Islam. Jika selama teori Receptie berlaku, adalah sebaliknya, yaitu hukum Islam dapat dilaksanakan, apabila diterima (diresepsi) hukum adat, maka sekarang hukum adat yang tidak sejalan dengan ketentuan hukum Islam harus dikeluarkan, dilawan atau ditolak.
Badan perdebatan perumusan dasar Negara oleh
BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) para pemimpin
Islam dalam Negara Indonesia merdeka itu. Dalam tahap awal, usaha tersebut
tidak sia-sia. Dalam piagam Jakarta 22 Juni 1945 disepakati bahwa Negara
berdasar kepada ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi
pemeluk-pemeluknya. Namun demikian,
atas desakan pihak Kristen tujuh kalimat tersebut dikeluarkan dari Pembukaan
UUD 1945, kemudian diganti denagn kata “Yang Maha Esa” yang menurut H. Daud
Ali, mengandung norma dan garis hukum.
Hubungan hukum adat dengan hukum Islam dalam makna
“kontak” antara kedua sistem hukum itu telah lama berlangsung di tanah air
kita. Hubungannya akrab dalam masyarakat. Keakraban itu tercermin dalam
berbagai pepatah dan ungkapan dibeberapa daerah, misalkan ungkapan dalam bahasa
Aceh yang berbunyi : hukum ngon adat hantom cre, lagee zat ngon sipeut.
Artinya hukum Islam dengan hukum adat tidak dapat dicerai pisahkan karena erat
sekali hubungannya seperti hubungan zat dengan sifat sesuatu barang atau benda. Hubungan agama dan kebudayaan dapat
digambarkan sebagai hubungan yang berlangsung secara timbal balik. Agama secara
praksis merupakan produk dari pemahaman dan pengalaman masyarakat berdasarkan
kebudayaan yang telah dimiliki. Sedangkan kebudayaan selalu berubah mengikuti
agama yang diyakini oleh masyarakat. Jadi hubungannya agama dan kebudayaan
bersifat dialogis.
Mengapa islam begitu mudah diterima oleh masyarakat
jawa karena ajaran-ajaran islam yang dibawa oleh para wali ketika itu bersifat
sulfistik, cocok dengan kebudayaan jawa
yang memiliki tradisi dan laku kebatinan yang dalam. Sunan Kalijaga,
tokoh jawa yang berhasil memadukan unsur islam dan unsur jawa yang berbeda dengan
islam tanah kelahirannya. Agama Islam masuk ke Indonesia telah mengalami
akulturasi budaya karena agama islam yang murni sulit untuk diterima.
Oleh karena itu, para Walisanga mensyi’arkan agama menggunakan media budaya
jawa tersebut. Wali songo, adalah orang-orang yang sangat bijak, sangat supel,
dan luwes dalam mendakwahkan agama. Sebelum beliau-beliau wali songo tersebut
menyiarkan agama, mereka telah lebih dulu mengenal budaya. Dengan metoda yang
sangat cerdas di masa itu, mereka mengambil penyatuan budaya dan agama. Misal:
penyatuan metode peringatan orang meninggal seperti 40 hari, 100 hari, 1000
hari yang sebenarnya merupakan kebudayaan animisme dan Hindu, yang terlanjur
mendarah di masyarakat. Walisanga menggunakan metoda, tradisi Yasinan untuk
acara itu. Sedikit demi sedikit masyarakat
pun akhirnya dapat menerima hal itu. Namun ternyata dalam
pelaksanaanya, walisanga pun habis karena wafat, dan
ajaran yang mereka bawa, evolusi budaya yang mereka bawa
pun mati. Maka hingga kini acara-acara kenduri seperti
itu tetaplah ada.
Itu adalah bentuk pendekatan-pendekatan agama terhadap
budaya sepanjang hal itu tidak melanggar dan tidak bertentangan. Namun
bagaimana dengan kekayaan budaya Indonesia yang bersinggungan dengan agama? Seperti penyembahan patung
atau benda-benda lain, adu domba, adu ayam, pernikahan model terbalik
(perempuan melamar lelaki sementara agama Islam dijunjung kuat di daerah itu),
dan sejenisnya.
Kita juga akan sering menemui wujud-wujud warisan
budaya lain seperti pantangan, tuntunan, perhitungan hari, ilmu titen (memperhatikan kebiasaan), ramalan dan sejenisnya yang merupakan budaya dan
ilmu-ilmu turunan
budaya bangsa
ini. Seluruhnya adalah kekayaan bangsa. Semua daerah pasti memiliki hal
seperti ini.
Akulturasi dan Asimilasi Islam di Jawa
·
Akulturasi jawa-islam
Akulturasi adalah suatu proses sosial yang
timbul manakala suatu kelompok manusia
dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur
dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan
diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur
kebudayaan kelompok itu sendiri.
Contoh Akulturasi : Upacara slametan yang disebut sebagai Rasulan dalam
acara tersebut pengujup mengucapkan ujub dan Kabul. Pengucapan doa menurut
agama islam.
·
Asimilasi Islam-Jawa
Asimilasi adalah pembauran dua kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas kebudayaan asli sehingga
membentuk kebudayaan baru. Suatu asimilasi ditandai oleh usaha-usaha mengurangi
perbedaan antara orang atau
kelompok. Untuk mengurangi perbedaan itu, asimilasi meliputi usaha-usaha
mempererat kesatuan tindakan, sikap, dan perasaan dengan memperhatikan
kepentingan serta tujuan bersama.
Hasil dari proses asimilasi yaitu semakin tipisnya
batas perbedaan antarindividu dalam suatu kelompok, atau bisa juga batas-batas
antarkelompok. Selanjutnya, individu melakukan identifikasi diri dengan
kepentingan bersama. Artinya, menyesuaikan kemauannya dengan kemauan kelompok.
Demikian pula antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.
Setelah
Islam datang ke Jawa dan membawa paham monoteisme, lambat laun mengikis habis
kepercayaan-kepercayaan lokal. Yang masih meyakini adanya dewa-dewa dan danyang
desa yang diekspresikan dalam bentuk upacara-upacara keagamaan lokal, seperti;
bersih desa, nyadran, tingkepan, dll. Sekarang sudah diganti dengan hanya
beriman kepada Allah yang Maha Esa. Sehingga upacara-upacara itu telah
digantikan dalam bentuk peribadatan menurut Islam.
A. Teori
Pendukung
Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan adalah hasil karya
manusia dalam usahanya mempertahankan hidup, mengembangkan keturunan dan
meningkatkan taraf kesejahteraan dengan segala keterbatasan kelengkapan
jasmaninya serta sumber- sumber alam yang ada disekitarnya. Kebudayaan boleh dikatakan
sebagai perwujudan tanggapan manusia terhadap tantangan-tantangan yang dihadapi
dalam proses penyesuaian diri mereka dengan lingkungan. Kebudayaan adalah
keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk
memahami dan menginterpretasi lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi
kerangka landasan bagi mewujudkan dan mendorong terwujudnya kelakuan. Dalam
definisi ini, kebudayaan dilhat sebagai "mekanisme kontrol" bagi
kelakuan dan tindakan-tindakan manusia (Geertz, 1973a), atau sebagai
"pola-pola bagi kelakuan manusia"
Dengan demikian kebudayaan
merupakan serangkaian aturan-aturan, petunjuk-petunjuk, resep-resep,
rencana-rencana, dan strategi-strategi, yang terdiri atas serangkaian
model-model kognitif yang digunakan secara kolektif oleh manusia yang
memilikinya sesuai dengan lingkungan yang dihadapinya (Spradley, 1972).
Kebudayaan merupakan pengetahuan
manusia yang diyakini akan kebenarannya oleh yang bersangkutan dan yang
diselimuti serta menyelimuti perasaan-perasaan dan emosi-emosi manusia serta
menjadi sumber bagi sistem penilaian sesuatu yang baik dan yang buruk, sesuatu
yang berharga atau tidak, sesuatu yang bersih atau kotor, dan sebagainya. Hal
ini bisa terjadi karena kebudayaan itu diselimuti oleh nilai-nilai moral, yang
sumber dari nilai-nilai moral tersebut adalah pada pandangan hidup dan pada
etos atau sistem etika yang dipunyai oleh setiap manusia (Geertz, 1973b).
Kebudayaan yang telah menjadi sistem pengetahuannya, secara terus menerus
dan setiap saat bila ada rangsangan, digunakan untuk dapat memahami dan
menginterpretasi berbagai gejala, peristiwa, dan benda-benda yang ada dalam
lingkungannya sehingga kebudayaan yang dipunyainya itu juga dipunyai oleh para
warga masyarakat di mana dia hidup. Karena, dalam kehidupan sosialnya dan dalam
kehidupan sosial warga masyarakat tersebut, selalu mewujudkan berbagai kelakuan
dan hasil kelakuan yang harus saling mereka pahami agar keteraturan sosial dan
kelangsungan hidup mereka sebagai makhluk sosial dapat tetap mereka
pertahankan.
Pemahaman ini dimungkinkan oleh
adanya kesanggupan manusia untuk membaca dan memahami serta menginterpretasi
secara tepat berbagai gejala dan peristiwa yang ada dalam lingkungan kehidupan
mereka. Kesanggupan ini dimungkinkan oleh adanya kebudayaan yang berisikan
model-model kognitif yang mempunyai peranan sebagai kerangka pegangan untuk
pemahaman. Dan dengan kebudayaan ini, manusia mempunyai kesanggupan untuk
mewujudkan kelakuan tertentu sesuai dengan rangsangan-rangsangan yang ada atau
yang sedang dihadapinya.
Sebagai sebuah resep, kebudayaan
menghasilkan kelakuan dan benda-benda kebudayaan tertentu, sebagaimana yang
diperlukan sesuai dengan motivasi yang dipunyai ataupun rangsangan yang
dihadapi. Resep-resep yang ada dalam setiap kebudayaan terdiri atas serangkaian
petunjuk-petunjuk untuk mengatur, menyeleksi, dan merangkaikan simbol-simbol
yang diperlukan, sehingga simbol-simbol yang telah terseleksi itu secara
bersama-sama dan diatur sedemikian rupa diwujudkan dalam bentuk kelakuan atau
benda-benda kebudayaan sebageimana diinginkan oleh pelakunya. Di samping itu,
dalam setiap kebudayaan juga terdapat resep-resep yang antara lain berisikan
pengetahuan untuk mengidentifikasi tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai
sesuatu dengan sebaik-baiknya, berbagai ukuran untuk menilai berbagai tujuan
hidup dan menentukan mana yang terlebih penting, berbagai cara untuk
mengidentifikasi adanya bahaya-bahaya yang mengancam dan asalnya, serta
bagaimana mengatasinya (Spradley, 1972).
Dalam pengalaman dan proses
belajar manusia, sesungguhnya dia memperoleh serangkaian pengetahuan mengenai
simbol-simbol. Simbol adalah segala sesuatu (benda, peristiwa, kelakuan atau
tindakan manusia, ucapan) yang telah ditempeli sesuatu arti tertentu menurut
kebudayaan yang bersangkutan. Simbol adalah komponen utama perwujudan
kebudayaan karena setiap hal yang dilihat dan dialami oleh manusia itu
sebenarnya diolah menjadi serangkaian simbol-simbol yang dimengerti oleh
manusia. Sehingga Geertz (1966) menyatakan bahwa kebudayaan sebenarnya adalah suatu
sistem pengetahuan yang mengorganisasi simbol-simbol. Dengan adanya
simbol-simbol ini kebudayaan dapat dikembangkan karena sesuatu peristiwa atau
benda dapat dipahami oleh sesama warga masyarakat hanya dengan menggunakan satu
istilah saja.
Dalam setiap kebudayaan,
simbol-simbol yang ada itu cenderung untuk dibuat atau dimengerti oleh para
warganya berdasarkan atas konsep-konsep yang mempunyai arti yang tetap dalam
suatu jangka waktu tertentu. Dalam menggunakan simbol-simbol, seseorang
biasanya selalu melakukannya berdasarkan aturan-aturan untuk membentuk,
mengkombinasikan bermacam-macam simbol, dan menginterpretasikan simbol-simbol
yang dihadapi atau yang merangsangnya.
Kalau serangkaian simbol-simbol itu dilihat
sebagai bahasa, maka pengetahuan ini adalah tata bahasanya. Dalam antropologi
budaya, pengetahuan ini dinamakan kode kebudayaan
Asimilasi merupakan :
Asimilasi merupakan proses
sosial dalam taraf lanjut. Ia ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi
perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau
kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi
kesatuan tindak,sikap dan proses-proses mental dengan memperhatikan
kepentingan-kepentingan dan tujuan bersama.
Proses asimilasi timbul bila
adanya :
- Kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayaannya;
- Orang-perorangan sebagai warga kelompok tadi saling bergaul secara langsung dan intensif untuk waktu yang lama sehingga;
- Kebudayaan-kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia tersebut masing-masing berubah dan saling menyesuaikan diri.
Faktor-faktor yang dapat
mempermudah terjadinya suatu asimilasi antara lain adalah;
- Toleransi
- Kesempatan-kesempatan yang seimbang di bidang ekonomi;
- Sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya;
- Sikap terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat;
- Persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan;
- Perkawinan campuran (amalgamation)
- Adanya musuh bersama dari luar.
Faktor yang menghambat
asimilasi adalah;
- Kehidupan yang terisolasi
Suatu contoh orang Indian di
Amerika Serikat yang harus bertempat tinggal di wilayah-wilayah tertentu,mereka
seolah disimpan dalam sebuah kotak tertutup sehingga tak mungkinada hubungan
bebas yang intensif dengan orang-orang kulit putih.
- Tidak punya pengetahuan budaya yang lainnya
- Perasaan takut pada budaya lain
- Ada perbedaan ciri fisik
- In-group feeling yang kuat
- Perbedaan kepentingan
Akulturasi merupakan :
1.
Percampuran dua kebudayaan
atau lebih yg saling bertemu dan saling mempengaruhi: candi-candi yg ada
sekarang merupakan bukti adanya — antara kebudayaan Indonesia dan kebudayaan
India;
2.
Proses masuknya pengaruh
kebudayaan asing dalam suatu masyarakat, sebagian menyerap secara selektif
sedikit atau banyak unsur kebudayaan asing itu, dan sebagian berusaha menolak
pengaruh itu;
3.
Proses atau hasil pertemuan
kebudayaan atau bahasa di antara anggota dua masyarakat bahasa, ditandai oleh
peminjaman atau bilingualisme.
Pengertian Akulturasi
Kebudayaan
Akuturasi
adalah perpaduan antara kebudayaan yang berbeda yang berlangsung dengan damai
dan serasi. Contohnya, perpaduan kebudayaan antara Hindu-Budha dengan
kebudayaan Indonesia, dimana perpaduan antara dua kebudayaan itu tidak
menghilangkan unsur-unsur asli dari kebudayaan tersebut.Oleh karena itu,
kebudayaan Hindu-Budha yang masuk ke Indonesia tidak diterima begitu saja. Hal
ini disebabkan:
- Masyarakat Indonesia telah memiliki dasar-dasar kebudayaan yang cukup tinggi, sehingga masuknya kebudayaan asing ke Indonesia menambah perbendaharaan kebudayaan Indonesia.
- Kecakapan istimewa. Bangsa Indonesia memiliki apa yang disebut dengan istilah local genius, yaitu kecakapan suatu bangsa untuk menerima unsur-unsur kebudayaan asing dan mengolah unsur-unsur tersebut sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.
Proses
akulturasi dapat berjalan sangat cepat atau lambat tergantung persepsi
masyarakat setempat terhadap budaya asing yang masuk. Apabila masuknya melalui
proses pemaksaan, maka akulturasi memakan waktu relatif lama. Sebaliknya,
apabila masuknya melalui proses damai, akulturasi tersebut akan berlangsung
relatif lebih cepat.
Contoh akulturasi: adat
Sekaten yang merupakan percampuran antara budaya Islam dengan budaya Jawa di
mana struktur dari keduanya masih dapat terlihat walaupun sudah bercampur.
Contoh lain: Upacara Nyepi
yang dilaksanakan oleh umat Hindu Bali, merupakan perpaduan dari kepercayaan
upacara Hindu-Budha. Upacara tersebut tidak dilaksanakan oleh umat Hindu di
India. Halini bisa terjadi karena Sistem kepercayaan yang berkembang di
Indonesia sebelum agama Hindu-Budha masuk ke Indonesia adalah kepercayaan yang
berdasarkan pada Animisme dan Dinamisme. Dengan masuknya agama Hindu – Budha ke
Indonesia, masyarakat Indonesia mulai menganut/mempercayai agama-agama
tersebut. Agama Hindu dan Budha yang berkembang di Indonesia sudah mengalami
perpaduan dengan kepercayaan animisme dan dinamisme, atau dengan kata lain
mengalami Sinkritisme.
Sinkritisme adalah bagian dari proses
akulturasi, yang berarti perpaduan dua kepercayaan yang berbeda menjadi satu.
dan Budha yang berkembang di Indonesia, berbeda dengan agama Hindu – Budha yang
dianut oleh masyarakat India. Perbedaaan-perbedaan tersebut dapat Anda lihat
dalam upacara ritual yang diadakan oleh umat Hindu atau Budha yang ada di
Indonesia yakni upacara Nyepi.
Solusi
Permasalahan
Tradisi
jawa yang boleh dilestarikan adalah tradisi-tradisi yang tidak bertentangan
dengan syara'. Sebagaimana Rasulullah telah menjaga tradisi Arab yang tidak
melanggar syariat. Menjaga budaya dan tradisi yang tidak bertentangan dengan
syari'at lebih diprioritaskan daripada taat yang tidak wajib.
Islam-Jawa
unik, bukan karena ia mempertahankan aspek aspek budaya dan agama pra-Islam,
melainkan karena konsep konsep sufi mengenai kewalian jalan mistik, dan
kesempurnaan manusia diterapkan dalam formulasi suatu kultus kraton (imperial
cult)
Dalam
bidang ritual keagamaan (upacara) sampai saat ini di negara kita masih banyak kita dapati.
Upacara tersebut dilakukan oleh orang non muslim dan dilakukan juga oleh orang
orang Islam. Bagi masyarakat Jawa upacara sangat sulit untuk
ditinggalkan bahkan sudah mendarah daging (sudah tradisi). Hal itu dikarenakan
sebagian masyarakat Jawa sulit
membedakan mana yang agama mana yang bukan agama (budaya).
lebih
budaya yang muncul di Jawa yang
semula berasal dari satu agama ke agama yang lain sehingga sulit dibedakan mana
budaya Islam dan mana yang bukan budaya islam.
Rasulullah diutus Allah untuk
menyempurnakan akhlak (budaya). Sebagaimana dalam hadits: “Innama bu'itstu
li'utammima makarimil akhlaq”, yang berarti, sebelum adanya utusan sudah ada
budaya.
Kesimpulanya budaya dan tradisi yg
di abadikan adalah:
1. Budaya yang tidak bertentangan dengan syari'at.
2. Budaya yang dianggap baik orang- orang Islam sebagaimana hadits:
“Wama ro'ahulmuslimuna minna fahua
indallohi hasanun”, sesuatu yang dilihat orang muslim dariku, maka hal tersebut
bagus menurut Allah.
No comments:
Post a Comment